Selamat Datang di Blog Majalah Dinding Cahaya JIWA - Online

Selasa, 28 Mei 2013

EDISI KE-17

SALAM REDAKSI


    Hai, jumpa lagi dengan Mading Cahaya JIWA, majalah dinding kesayangan dan kebanggaan kita bersama. Tentu saja, seperti sebelum-sebelumnya, kami tetap berharap dan berdoa semoga kita semua tetap sehat dan tak kurang suatu apapun serta dapat berbuat yang terbaik bagi nusa dan bangsa, khususnya untuk kemajuan  sekolah kita yang tercinta: SMP Negeri-2 Pegajahan.

Pembaca yang budiman….
Sang waktu terus berputar. Detik demi detik berganti dengan menit. Menit demi menit berganti dengan jam, hari, bulan dan seterusnya. Kiranya kali ini kita telah berada pada edisi ke-17. Kita sudah memasuki hari-hari terakhir untuk bulan Mei dan akan segera berganti dengan bulan Juni. Barangkali ini bakal menjadi edisi terakhir kita untuk Tahun Pelajaran 2012/2013. Kita akan lebih memfokuskan diri dan berkonsentrasi dulu untuk serangkaian kegiatan yang berhubungan dengan Ujian Kenaikan Kelas.

Nah, sebagaimana bulan Mei, bulan Juni juga menyimpan serangkaian hari penting/bersejarah. Di antaranya, yang terpenting ialah: 1 Juni (Hari Lahirnya Pancasila), 5 Juni (Hari Lingkungan Hidup Sedunia) dan 29 Juni (Hari Keluarga Nasional). Oleh karena itu kamipun berupaya agar tetap ada menampilkan hasil-hasil karya yang bertemakan hal-hal yang berkaitan dengan apa yang kami sebutkan tadi.

Okelah, seperti biasa, silahkan baca dan lihat saja sendiri sepuasnya!!! Tak lupa, sekali lagi: Salam manis untuk kita semua                
                                                       
                                                            ~ REDAKSI ~ 


#################################################### 




OPINI


              Pancasila Versus Budaya Barat
                        Oleh: Halim Mansyur Siregar

    Jika kita cermati dengan teliti, dewasa ini sesungguhnya ada sebuah ‘pertarungan besar’ yang kerap kita saksikan. Entah itu di televisi, koran, majalah dan media-media informasi lainnya. Pertarungan yang penulis maksud dan ingin penulis kemukakan ialah Budaya Pancasila versus Budaya Barat.
       Sebagaimana kita ketahui, Indonesia dengan keberagaman suku, agama, bahasa dan sebagainya memiliki ‘alat perekat’ yang ampuh, yakni Pancasila. Segenap warga negara Indonesia mempunyai tanggungjawab untuk mempertahankan ideologi dan falsafah bangsa kita itu dari rongrongan pihak-pihak yang ingin menggerogotinya dengan cara ‘frontal’ maupun terselubung. Kuatnya rasa persatuan dan kesatuan dalam sanubari seluruh bangsa Indonesia inilah yang membuat negara-negara tertentu (terutama antek-antek komunis dan yahudi) harus berpikir ekstra keras untuk menemukan jurus jitu dalam upayanya meruntuhkan falsafah hidup bangsa Indonesia.
      Diakui atau tidak, disadari maupun tidak, 90 persen media massa (baik elektronik maupun cetak) di seluruh dunia ini ternyata berada di bawah komando kaum yahudi. Film-film porno, iklan-iklan berbau seks, sinetron-sinetron dan beragam tayangan acara lainnya kebanyakan mengemban misi untuk merusak moral dan sikap mental kita, terutama para generasi muda. Kendati sulit membuktikannya, namun ada dugaan bahwa sejumlah media massa di tanah air kita akan mendapat suntikan dana asalkan bersedia berpartisipasi demi tercapainya misi dan tujuan yang mereka emban.
      Lihat saja sinetron-sinetron di televise! Umumnya hanya menyuguhkan adegan-adegan pacaran, perselingkuhan, hura-hura, mencelakakan teman dan adegan-adegan buruk lainnya. Tokoh-tokoh yang baik selalu digambarkan sebagai pecundang yang selalu diejek atau dihina, disakiti, dianiaya dan sebagainya. Sudah teramat langka sinetron yang misalnya menceritakan ada seorang murid yang walaupun ia miskin tetapi karena ia pintar dan baik hati maka ia disukai teman-teman sekelasnya.
        Atau tengok pula acara-acara ‘pendidikan calon artis dan selebritis’ yang seolah-olah bisa menyulap orang menjadi kaya dan terkenal dalam sekejap tanpa harus bersusah payah menuntut ilmu di sekolah. Sementara jawara-jawara di bidang sains, matematika, teknologi dan hal-hal semacamnya dianggap bagai angin lalu saja. Ada apa di balik semua itu? Tiada lain tentunya agar generasi muda kita teracuni dengan pola pikir: ‘Untuk apa repot-repot bersekolah? Mendingan jadi artis saja, sudah!!!
     Parahnya, meski bukan artis atau gagal menjadi artis, kebanyakan generasi muda kita malah sok ‘keartis-artisan’. Sikap dan perilakunya sudah tak lagi mencerminkan budaya Pancasila. Mereka lebih suka bergaya ala Eropa atau Amerika. Menelan bulat-bulat budaya barat.
        Jika fenomena ini tidak kita tangkal sejak dini maka lambat laun bukan tidak mungkin Pancasila akan tinggal menjadi lambang negara semata yang tak punya pengaruh apa-apa bagi bangsa Indonesia. Tentu saja kita tak menginginkannya, bukan (?)***


          #######################################################   

CERPEN & PUISI     

     * CERPEN: -Guruku Idolaku


     * PUISI:   


~ Oleh: Ihanata Syah
                               
                                    




Sisihkan Senyummu




Jika wajahku masih tergambar dihati mu...

tolong sisihkan waktu untuk memandangnya.


Walau kini telah buram bias warnanya 


setidaknya ada seulas senyum yang hendak ku beri.


Senyum dengan sejuta arti yang tak pernah kau mengerti.



Oleh: Halim Mansyur Siregar


Sebuah Tanya

Masih mungkinkah kita menemukan jejak falsafah 
di tengah pekatnya belantara jiwa nan penuh belukar nista? 
Sementara tongkat -tongkat adat tak lagi berguna
menjadi alat penepis sampah penyebab tertutupnya arah yang tepat 
Dan lentera norma pun nyaris padam 
hingga peta agama hampir tiada terbaca oleh sebagian besar anak negeri
yang telah memilih jalan pintas menempuh langkah menuruti ajakan setan 
dengan melepas cengkeraman tangan-tangan nasehat 
yang kaku terdiam 


AGAR ESOK MAMPU TERGELAK 
      (: perjuangan ayah) 

ringkih raga, legam di pundak 
melintasi hidup di jalanan penuh batu berserak 
Dengan irama napas mengalun sesak 
diiring derita bernada serak
nyanyikan sebait rindu nan menyentak 
bangkitkan gairah bagi jiwa anak-anak 
agar esok bibir- bibir mereka mampu tergelak 
di singgasana tawa mengusir isak 

 * Puisi-puisi ini pernah dikirim ke Koran Analisa 
  dan terbit pada edisi Rabu, 6 Desember 2006


 WAKTU TERUS BERLARI  

bangunlah wahai anakku 
sejuta mimpi tak-kan membawa arti
lihat di luar sana 
senyum surya tlah menyapa seisi bumi 
dan sang waktu bakal terus berlari 
jangan sampai kehilangan kehangatannya 
bila itu terjadi 
maka saat engkau terjaga nanti 
mungkin saja ia telah pergi 
lalu haruskah cerita dunia yang kau saksikan
hanyalah kisah tentang mendung dan hujan 


MUSIM MASIH BEGITU 

dedaunan layu menguning 
reranting lapuk mengering 
tanahku gersang merana 
tiada mampu menumbuhkan bunga 
hingga tiba di batas waktumu, Ibu 
musim masih saja begitu 
membara dan membara lagi 
seteguk madu tak sempat kuberi 

* Puisi-puisi ini pernah dikirim ke Koran Analisa 
  dan terbit pada edisi Rabu, 27 Desember 2006


                                                                             

Nasehat Ayah Kepada Anaknya (1)


Seperti laut yang bangga kepada ombaknya
serupa gunung yang bangga akan ketinggian puncaknya
ku ingin menjadi ayah yang bangga terhadap anak-anaknya
maka tuntutlah ilmu setinggi yang engkau mampu
carilah harta sebanyak yang engkau damba
namun jangan pernah lupa
andaipun bumi dapat kau genggam seluruh isinya
dan semua kau persembahkan untuk bunda
sesungguhnya itu takkan bisa menutupi
meski hanya  jejak setapak kaki
dari perjalanan yang pernah ia lakoni



 Nasehat Ayah Kepada Anaknya (2)


Sejak dalam rahim ibumu
telaga rinduku mengalirkan kekaguman
gerak-gerikmu menjadi bait-bait bahagia
menyuburkan setangkai puisi berbunga asa
sembari menunggu tangismu membuka lembaran baru
aku tetap terjaga hingga batas pagi buta
memintal benang-benang do’a untuk segumpal jiwa
kini engkau telah mengenal segala musim dan cuaca
maka apapun yang engkau rasa
tetaplah setia kepada kearifan
jadilah penabur benih kebenaran



Nasehat Ayah Kepada Anaknya (3)


Satu demi satu angka-angka kalender berlalu
pergi meninggalkan kau dan aku
kini rona senja mekar di pelupuk mata
menduga-duga di mana berada tapal batas usia
setangkai sujud sewangi kasturi menyeretku ke tepi do’a
sesekali pipi ini basah berkaca-kaca
namun bening air mata itu memancarkan gemerlap cahaya cinta
untukmu : pelita di kala gulita
jika kelak ku harus lebih dahulu menutup mata
satu yang ku pinta : tetaplah membuatku merasa bangga
agar di hadapan Sang Pencipta aku bisa mempertanggungjawabkan amanah-Nya



 Nasehat Ayah Kepada Anaknya (4)


Di tepian waktu
kita hanyalah laksana sekumpulan serangga malam yang mengitari lampu
kemudian menukik tajam dan menyisakan diam
sedangkan segala rahasia mutlak menjadi milik-Nya
pun kematian menjadi bayangan bagi kelahiran akan terus mengalir sebagai takdir
pasti tiba suatu masa di mana kita ‘kan mendengar bisikan maut
saat itulah untaian kalimat tersumbat tak bersuara
dan tatapan mata yang berkabut adalah penggantinya
maka sadarilah sepenuhnya
bahwa sesungguhnya dunia hanyalah tempat persinggahan sementara
dan kelak bakal tertinggal semuanya
tiada yang dapat dibawa, kecuali amal semata 

                                                   
UNTUK APA DIAM MEMBISU 


tak selalu sendu mata bulan 
tiada selamanya mendung menjadi hujan 
akan ada masa pelangi muncul di atas awan 
untuk apa termangu dan diam membisu 
menatap pilu ke masa lalu 
bukankah jalanpun tidak semua terjal dan berliku
                                                                                                     

AKU AKAN TERUS MENARI

aku bukan tulip atau sakura 
hanya rumput kering yang hampir mati 
di sela serumpun ilalang bernasib serupa 
tapi daunku yang tinggal satu 
akan terus melambai menari 
hingga retak tanah tempat aku berdiri
karena kutahu pasti 
angin bukan milikmu sendiri 

                                   

 TETESAN EMBUN

boleh saja di langit tiada bintang 
namun dalam tidur nyenyakku mimpi indah pasti datang 
maka biarlah malam ini gerimis tak jua reda 
sebab esok pagi akan kuteguk tetesan embunnya 

 * Puisi-puisi ini pernah dikirim ke Koran ANALISA
  dan terbit pada edisi Rabu,10 Januari 2007

       ######################################################### 

      Ket: hasil-hasil karya lainnya silahkan lihat langsung di Mading sekolah!!!      
      Sampai jumpa dengan edisi berikutnya pada Tahun Pelajaran 2013/2014        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar