Antara
Aku, Bang Fazri dan Kak Cindy
-----------------------------------------------
Oleh
: Hadijah Nur Islami Siregar
(Putri dari Drs. Halim
Mansyur Siregar)
Namaku Nur Ikhwani. Biasa
dipanggil Nuri. Kata ayahku, ‘nur’ berarti cahaya. Sedangkan ‘ikhwani’ artinya saudaraku.
Aku
merupakan putri sulung dari tiga bersaudara yang semuanya perempuan. Sebagai
anak pertama, menurut penuturan ayah, dengan nama yang ku sandang itu beliau
berharap agar aku dapat menjadi ‘cahaya’ bagi ‘saudara-saudaraku’. Bahkan ‘cahaya
persaudaraan’ pada umumnya. Aku sangat bangga karena mempunyai nama yang
memiliki makna yang sangat mendamaikan dan berusaha agar nama tidak hanya
menjadi pajangan tanpa dapat menunjukkan arti dan mewujudkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Saat
ini aku adalah seorang siswi di SMP Negeri 1 Lubuk Pakam, Kabupaten Deli
Serdang, Sumatera Utara. Tepatnya, aku duduk di bangku kelas VII Bilingual-1.
Sebuah kelas di mana kegiatan belajar mengajarnya menggunakan dua bahasa, yakni
bahasa Inggris dan Indonesia. Karena kami masih kelas VII , jadi masih lebih
sering memakai bahasa Indonesianya.
Memasuki
bulan kedua bersekolah di SMP aku berkenalan dengan seorang ‘abangkelas’. Ketika
itu, oleh karena tak sempat sarapan di rumah maka begitu bel tanda istirahat pertama
berbunyi, secara spontan aku bergegas menuju kantin. Aku menjadi orang pertama
yang sampai di sana. Perutku benar-benar keroncongan minta diisi.
Segera ku pesan sepiring
lontong sayur kepada Ibu Kantin. Dan tak lama kemudian beliaupun menyodorkan pesanan
itu ke hadapanku. Tentu saja aku pun langsung menyantapnya tanpa menghiraukan
lagi suasana kantin yang mulai dipenuhi kerumunan siswa-siswi yang lain.
“Wah, enak sekali makannya,
ya Dik”. Tiba-tiba terdengar sapaan yang ditujukan kepadaku.
Dengan sedikit tersipu
malu aku menengadahkan wajah untuk menatap si pemilik suara. Ternyata dia
adalah seorang cowok yang duduk persis di depanku. Di bajunya tersemat gambar
bintang sebanyak tiga buah dan berwarna hijau yang menunjukkan bahwa ia sudah
kelas sembilan.Senyumnya yang simpati dan gayanya yang ramah serta wajahnya
yang tampan membuatku jadi serba salah
“He-he-he, iya Bang. Tadi
gak sempat sarapan”, ucapku seadanya, sembari menyeruput beberapa teguk air
putih dari dalam gelas yang sebelumnya telah aku persiapkan.
“O ya, Abang udah pesan
makanan ? Nanti keburu bel masuk lho !?” lanjutku beberapa detik kemudian. “Lagi
pula sudah hampir habis makanan yang ada di kantin,” lanjutku dengan
tergesa-gesa.
“Cuma beli roti aja. Nih,
baru habis juga,” jawabnya sambil memperlihatkan sebuah plastik bekas bungkus
roti berukuran agak besar yang berada di tangan kanannya. Sekali lagi aku
tersipu malu. Sebab itu berarti sudah lumayan lama pula ia duduk dan
memperhatikanku sewaktu melahap sepiring lontong tadi.
“Nama Abang, Fazri. Kalau
Adik, siapa ?”
“Nur Ikhwani, Bang”, jawabku
sedikit gugup.
Selanjutnya kami pun
ngobrol tentang berbagai hal. Terutama yang berkaitan dengan keadaan di
sekolah. Tentang sesiapa dan bagaimana sifat guru ini dan guru itu yang
mengajar di kelas masing-masing. Saling bertanya dan saling menjawab. Bahkan
sama sekali tanpa rasa canggung dan sungkan-sungkan lagi. Seakan-akan kami
telah saling mengenal sejak lama. Hingga tak terasa, bel tanda jam istirahat
berakhir baru saja berdering dan kami harus segera beranjak meninggalkan kantin
untuk kembali ke ruang kelas.
Hari-hari berikutnya
hubunganku dengan Bang Fazri pun bertambah dekat dan kian akrab. Semakin sering
ia sengaja menemuiku. Malah akhir-akhir ini hampir tiap hari. Entah itu di
kantin sekolah atau terkadang datang ke kelasku pada jam-jam istirahat sedang berlangsung.
Bahkan tak jarang pula ia mengantarkan aku pulang ke rumahku. Dan sering pula
ia mengajariku materi-materi pelajaran yang sulit aku megerti. Dengan sangat
sabar ia menjelaskan materi pelajaranku itu.
Pernah dia bercerita
padaku bahwa dia sudah menganggapku sebagai anggota dari keluarganya sendiri.
bahkan dia sendiri berkata kalau pintu rumahnya selalu terbuka untukku. Aku
memandangnya sebagai orang yang mandiri dan berpikiran dewasa. Dan sifatnya
sangat santun kepada siapa pun.
Hari-haripun berlalu tanpa
terasa .Kami menjadi semakin dekat dan terus bertambah akrab . Di mana ada Bang
Fazri, di situ pasti ada aku.
Pernah ada teman yang
bertanya tentang hubunganku dengan Bang Fazri. Aku hanya menanggapinya dengan
tersenyum. Tapi yang jelas, bagiku Bang Fazri adalah idola sekaligus pelindungku.
Setiap kali berjalan berdua hatiku begitu bangga. Rasanya akulah orang yang
paling bahagia di dunia.
Pernah pula ada teman berkomentar: “Nur
,kalian kok lebih mirip abang adik dari pada pacaran ? Soalnya wajah kalian
mirip sekali sih”.
“Ah..., masak ia sih aku mirip dengan Bang Fazri
?” Aku balik bertanya.
“Iya, tanya saja pada
orang lain !”
Dengan hati penuh
penasaran akupun berlalu dari hadapannya. “Masak iya sih aku mirip Bang Fazri”,
kata hatiku.
Kian hari Bang Fazri
semakin memberikan perhatian ekstra kepadaku. Setiap pagi ia selalu menelponku
untuk segera bangun dan mengigatkan jangan lupa sarapan. Bila dia punya waktu
senggang, ia selalu bercerita padaku
melalui layanan pesan singkat (SMS). Setiap kali aku berbuat salah, dia selalu
menasehatiku. Setiap kali bimbang tentang suatu hal, dia selalu memberikan aku
jalan dengan memberikan saran-saran yang sangat bermutu. Sikapnya yang sangat
dewasa itu membuatku semakin
mengaguminya.
Bang Fazri telah menjelma
sebagai orang yang istimewa dalam hidupku. Dia selalu setia menemaniku di saat
senang maupun susah. Kini hampir semua teman di kelasku mengetahui bahwa Bang
Fazri adalah “body guard” ku karena selalu menjaga dan melindungiku.
Namun pada suatu hari, saat aku berada di depan
kelas, secara tiba–tiba ada seorang
kakak kelas datang menghampiriku. Papan nama di dadanya bertuliskan: CINDY. Sambil marah-marah ia melabrakku. Dia berkata,
“Jauhi Bang Fazri! Aku gak mau kau
rebut dia dariku.”
Tentu saja aku terkejut
bukan kepalang dibuatnya. Dengan sedikit bingung aku berkata, “Apa maksud Kakak
? Siapa yang saya rebut dari kakak ?”
Setelah emosinya sedikit mereda,
akhirnya kakak tersebut menjelaskan bahwa dia adalah pacar Bang Fazri.
Laksana petir di
siang-bolong, akupun semakin terkejut mendengarnya. Rasanya badanku seperti
sempoyongan dan tak sanggup lagi untuk berdiri.
Tetapi aku segera mengatasi segala perasaan yang berkecamuk di dalam
hati.
Ternyata selama ini Kak Cindy
merasa aku telah merebut Bang Fazri darinya. Melihat kedekatan kami dan
perhatian Bang Fazri terhadapku, Kak Cindy menganggap aku adalah pacar barunya
Bang Fazri.
Entah kenapa akupun merasa
kurang terima karena dituduh merebut Bang Fazri. Dengan sedikit emosi aku
membela diri. Tapi sayangnya, itu malah membangkitkan kembali emosi Kak Cindy.
Kami terlibat adu mulut dan bertengkar hebat. Seakan tak ada yang mau mengalah.
Masing-masing merasa paling benar. Sampai akhirnya pertengkaran itu dihentikan
oleh bunyi bel dan Kak Cindypun berlalu meninggalkanku dengan raut wajah yang
memancarkan kekesalan hatinya.
Rupanya berita pertengkaran tadi sampai juga ke
telinga Bang Fazri . Ia ingin segera menjelaskan duduk persoalannya. Bang Fazri
mengajakku bertemu di warung bakso dekat sekolah sepulangnya nanti.
Akupun menuruti ajakan
Bang Fazri. Ternyata sebelum kami berdua tiba, Kak Cindy sudah menunggu di sana.
Wajahnya tampak cemberut masam. Aku berusaha menenteramkan suasana hatiku yang
juga masih belum menentu.
Melihat sikap kami begitu,
Bang Fazri hanya tersenyum kecil sambil berkata, “Sudahlah, jangan seperti anak
kecil! Sekarang, dengarkan dulu penjelasanku!”
Setelah Bang Fazri
bercerita, barulah aku dan Kak Cindy tahu kalau dulu ia mempunyai adik yang
mirip sekali denganku. Baik wajah maupun sifat-sifatku membuat ia teringat akan adiknya itu. Menurut
Bang Fazri, semua nyaris sama.
Adik Bang Fazri tersebut
bernama Dinda. Ia telah meninggal dunia setahun yang lalu akibat kecelakaan
lalu-lintas saat dibonceng ayah mereka dalam perjalanan menuju ke sekolah.
Kulihat mata bang Fazri
berkaca-kaca saat ia mengingat kembali kejadian itu. Dia begitu terpukul saat
kehilangan adik satu-satunya itu. Sampai akhirnya ia bertemu denganku. Baginya,
aku adalah pengganti adiknya yang telah pergi untuk selamanya.
Kini akupun mengerti
kenapa selama ini bang Fazri begitu memperhatikanku. Walau sedikit kecewa aku
menerima kenyataan bahwa pacar Bang Fazri
adalah Kak Cindy. Sedangkan aku hanyalah sebagai pengganti adiknya. Tapi itu
justru jauh lebih bermakna dan memberikan keindahan tersendiri bagiku. Sebab
memang selayaknyalah aku menjadi adik untuk mereka berdua. Bang Fazri dan Kak Cindy.
Akhirnya aku dan Kak Cindy-pun salin
g bermaaf-maafan. Dua hati yang tadi sempat memanas, kini sudah kembali dingin. Tiga mangkuk bakso di hadapan kami juga sudah hampir dingin. Kami harus segera menyantapnya.(*)
g bermaaf-maafan. Dua hati yang tadi sempat memanas, kini sudah kembali dingin. Tiga mangkuk bakso di hadapan kami juga sudah hampir dingin. Kami harus segera menyantapnya.(*)
Nama-Nama Menteri
Oleh: M.Hamsa,S.Pd.
1.
Menteri Sekretaris Negara: Prof. Dr. Pratikno (Rektor UGM)
2. Kepala Bappenas: Andrinof Chaniago (Ahli kebijakan publik dan anggaran)
3. Menteri Kemaritiman: Indroyono Soesilo (Praktisi)
4. Menko Politik Hukum dan Keamanan: Tedjo Edy Purdjianto (Mantan KSAL)
5. Menko Perekonomian: Sofyan Djalil (ahli ekonomi)
6. Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan: Puan Maharani (PDIP)
7. Menteri Perhubungan: Ignatius Jonan (Dirut PT KAI)
8. Menteri Kelautan dan Perikanan: Susi Pudjiastuti (Wirausahawati)
9. Menteri Pariwisata: Arief Yahya (Profesional)
10. Menteri ESDM: Sudirman Said
11. Menteri Dalam Negeri: Tjahjo Kumolo (PDI Perjuangan)
12. Menteri Luar Negeri: Retno Lestari Priansari Marsudi (Dubes RI di Belanda)
13. Menteri Pertahanan: Ryamizard Ryacudu (mantan KSAD)
14. Menteri Hukum dan Ham: Yasonna H.Laoly (PDI Perjuangan)
15. Menkominfo: Rudi Antara (profesional)
16. Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi: Yuddy Chrisnandi (Nasdem)
17. Menteri Keuangan: Bambang Brodjonegoro (ekonom)
18. Menteri BUMN Rini M.Soemarno (mantan Ketua Tim Transisi/mantan menteri perindustrian)
19. Menteri Koperasi dan UMKM: Puspayoga
20. Menteri Perindustrian: Saleh Husin (Hanura)
21. Menteri Perdagangan: Rahmat Gobel (profesional)
22. Menteri Pertanian: Amran Sulaiman (praktisi)
23. Menteri Ketenagakerjaan: Hanif Dhakiri (politisi)
24. Menteri PU dan Perumahan Rakyat: Basuki Hadimuljono (birokrat)
25. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan: Siti Nurbaya (Nasdem)
26. Menteri Agraria dan Tata Ruang: Ferry Musyidan Baldan (Nasdem)
27. Menteri Agama: Lukman Hakim Saifudin (PPP)
28. Menterni Kesehatan: Nila F Moeloek (profesional)
29. Menteri Sosial: Khofifah Indra Parawansa (tokoh Muslimah NU)
30. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan anak: Yohanan Yambise
31. Menteri Budaya Dikdasmen: Anies Baswedan (mantan Tim Transisi)
32. Menristek dan Dikti: M.Nasir (Rektor Undip)
33. Menpora: Imam Nahrawi (politisi)
34. Menteri PDT dan Transmigrasi: Marwan Jafar (PKB)
Sumber: internet
2. Kepala Bappenas: Andrinof Chaniago (Ahli kebijakan publik dan anggaran)
3. Menteri Kemaritiman: Indroyono Soesilo (Praktisi)
4. Menko Politik Hukum dan Keamanan: Tedjo Edy Purdjianto (Mantan KSAL)
5. Menko Perekonomian: Sofyan Djalil (ahli ekonomi)
6. Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan: Puan Maharani (PDIP)
7. Menteri Perhubungan: Ignatius Jonan (Dirut PT KAI)
8. Menteri Kelautan dan Perikanan: Susi Pudjiastuti (Wirausahawati)
9. Menteri Pariwisata: Arief Yahya (Profesional)
10. Menteri ESDM: Sudirman Said
11. Menteri Dalam Negeri: Tjahjo Kumolo (PDI Perjuangan)
12. Menteri Luar Negeri: Retno Lestari Priansari Marsudi (Dubes RI di Belanda)
13. Menteri Pertahanan: Ryamizard Ryacudu (mantan KSAD)
14. Menteri Hukum dan Ham: Yasonna H.Laoly (PDI Perjuangan)
15. Menkominfo: Rudi Antara (profesional)
16. Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi: Yuddy Chrisnandi (Nasdem)
17. Menteri Keuangan: Bambang Brodjonegoro (ekonom)
18. Menteri BUMN Rini M.Soemarno (mantan Ketua Tim Transisi/mantan menteri perindustrian)
19. Menteri Koperasi dan UMKM: Puspayoga
20. Menteri Perindustrian: Saleh Husin (Hanura)
21. Menteri Perdagangan: Rahmat Gobel (profesional)
22. Menteri Pertanian: Amran Sulaiman (praktisi)
23. Menteri Ketenagakerjaan: Hanif Dhakiri (politisi)
24. Menteri PU dan Perumahan Rakyat: Basuki Hadimuljono (birokrat)
25. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan: Siti Nurbaya (Nasdem)
26. Menteri Agraria dan Tata Ruang: Ferry Musyidan Baldan (Nasdem)
27. Menteri Agama: Lukman Hakim Saifudin (PPP)
28. Menterni Kesehatan: Nila F Moeloek (profesional)
29. Menteri Sosial: Khofifah Indra Parawansa (tokoh Muslimah NU)
30. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan anak: Yohanan Yambise
31. Menteri Budaya Dikdasmen: Anies Baswedan (mantan Tim Transisi)
32. Menristek dan Dikti: M.Nasir (Rektor Undip)
33. Menpora: Imam Nahrawi (politisi)
34. Menteri PDT dan Transmigrasi: Marwan Jafar (PKB)
Sumber: internet
BELAJAR SEUMUR
HIDUP
Sering kita mendengar
orang mengucapkan kata-kata ‘Life Long Education’ (Belajar Seumur Hidup) atau
‘Uthlubul ilmi minal mahdi ilal lahdi’ (Tuntutlah ilmu dari buaian hingga ke
liang lahat). Kedua ungkapan (pepatah) ini tidak lain dan tidak bukan adalah
menunjukkan betapa pentingnya belajar bagi kita selaku manusia. Boleh
dikatakan, profesi / pekerjaan apapun yang kita tekuni saat ini atau di
kemudian hari nanti tidaklah ‘ujug-ujug’ (sekonyong-konyong) dan serta-merta
datang sendiri. Tidak! Sekali lagi, tidak!! Akan tetapi ia haruslah melalui
suatu proses dan itulah yang disebut dengan belajar.
Menjadi
seorang ‘pesinden’ saja harus dimulai dengan belajar. Apalagi ingin menjadi
seorang presiden. Menjadi petani sayur pun mestilah lebih dahulu belajar. Konon
lagi untuk menjadi seorang gubernur. Menjadi seorang pembuat roti juga harus
diawali dengan belajar. Apalagi hendak menjadi bupati. Menjadi seorang pembuat
saos tomat, juga dimulai dari belajar. Begitu pula untuk menjadi seorang camat,
sudah tentu haruslah belajar lebih dahulu. Mau jadi kepala desa, guru, tentara,
polisi, dokter, hakim dan sebagainya, lagi-lagi kata kuncinya adalah melalui
proses yang dinamakan belajar. Jadi, gunakanlah waktu sebanyak-banyaknya untuk
belajar! Jangan biarkan ia berlalu sia-sia tanpa sedikitpun ilmu yang
menyertainya!! (Halim
M. Siregar)
Essensi Hari Sumpah Pemuda
Oleh: Halim M. Siregar
Setiapkali memasuki pekan (minggu) terakhir di
bulan Oktober maka segenap bangsa Indonesia akan mengenang sebuah peristiwa
bersejarah yang menunjukkan betapa ‘kaum muda’ selalu menorehkan andil demikian
besar dalam momen-momen menentukan bagi tegak dan utuhnya Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Peristiwa dimaksud adalah dicetuskannya ‘Sumpah
Pemuda’ sebagai pernyataan tekad satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa
yang kemudian menjadi landasan sikap, jiwa dan semangat perjuangan seluruh
rakyat Indonesia untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan.
Peristiwa itu tentu tidak berdiri sendiri. Akan
tetapi ia merupakan bagian dari rangkaian usaha bangsa Indonesia (khususnya
para pemuda) dalam berjuang menuju cita-cita kemerdekaan.
Adapun
awalnya sifat perjuangan yang dilakukan masih bercirikan kedaerahan. Ini
dapat dilihat dari perkumpulan-perkumpulan (organisasi) pemuda yang dibentuk
pada masa-masa sebelumnya.
Organisasi kepemudaan yang pertama didirikan
ialah ‘Jong Java’ (Pemuda Jawa), yaitu pada tahun 1915. Langkah tersebut
diikuti pula oleh lahirnya ‘Jong Sumatranen Bond’ di tahun 1917. Dan
selanjutnya daerah-daerah lainpun seakan
tak mau ketinggalan mendirikan
organisasi-organisasi sejenis, misalnya: ‘Jong Minahasa, Jong Ambon, Jong
Celebes’ dan lain-lain.
Dari nama-nama organisasi tersebut terlihat
pula bahwa semuanya kental dengan aroma primordial (kesukuan dan daerah asal).
Kata-katanya juga menggunakan bahasa Belanda. Belum begitu terasa penghargaan
terhadap bahasa dan nilai persatuan Indonesia.
Namun pada periode berikutnya mulai muncul
suara-suara dan keinginan untuk memadukan kekuatan para pemuda. Maka
diselenggarakanlah ‘Kongres Pemuda’ se-Indonesia pada tahun 1926 yang
mengusulkan persatuan Indonesia. Meskipun ketika itu belum sepenuhya berhasil
tetapi cita-cita persatuan sudah ditanamkan.
Adalah PPPI (Perhimpunan Pelajar-Pelajar
Indonesia) yang anggotanya terdiri dari para mahasiswa Sekolah Tinggi di
Jakarta dan Bandung yang mengusahakan tercapainya persatuan tersebut.
Organisasi ini mengadakan ‘Kongres Pemuda se-Indonesia (II)’ di mana hasilnya
ialah mendapatkan kata sepakat dari semua perkumpulan para pemuda tentang
kesadaran satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa. Inilah yang kemudian
kita kenal sebagai Hari Sumpah Pemuda atau Hari Pemuda dan kita peringati setiap tahunnya.
Sejak saat itu maka perkumpulan-perkumpulan
pemuda yang bersifat kedaerahan harus menentukan sikap: primordial atau
nasional. Dan umumnya
organisasi-organisasi tadi membubarkan diri dan
melebur dalam organisasi baru yang mencakup seluruh Persada dengan nama
‘Indonesia Muda’.
Kendati menurut Anggaran Dasarnya tidak
mencampuri urusan politik, namun organisasi ini jelas berhaluan politik. Tujuan
yang akan dicapai adalah memperkuat rasa persatuan di kalangan pemuda /
pelajar, memajukan pergerakan pemuda kearah pergerakan nasional dan membangun
serta mempertahankan kesadaran berbangsa, bertanah air dan berbahasa yang satu,
yakni Indonesia.
Demikianlah sekelumit perjalanan Sumpah Pemuda. Semoga perasaan kebangsaan yang telah
disemaikan dengan susah payah itu tetap tumbuh subur di hati sanubari kita
masing-masing! Jangan sampai cita-cita yang sudah kita capai itu tercerai-berai
kembali oleh karena kepentingan-kepentingan kelompok atau pribadi! Menempatkan
kepentingan bangsa dan Negara Indonesia di atas segala kepentingan pribadi
maupun golongan atau kelompok tertentu haruslah benar-benar kita terapkan !!!
Itulah sesungguhnya essensi dari Hari Sumpah Pemuda yang kita peringati setiap
tahun, termasuk pada tahun ini.
* * *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar