Selamat Datang di Blog Majalah Dinding Cahaya JIWA - Online

Selasa, 30 April 2013

Edisi ke-15: Selasa, 30 April 2013 ~ Rubrik: OPINI + Warta Adiwiyata

                                                                                                                           
                                                                                                             
Rubrik: OPINI                                          
Redaktur: Drs.Halim Mansyur Siregar



Karya tulis yang dipajang / diterbitkan:                                                                                                                        
                                                                                                                             

KARAKTERISTIK GURU YANG BERKEKUATAN PRINSIP
                                             


Problema dalam dunia pendidikan di Indonesia masih menjadi opini publik yang masih meresahkan dan diperdebatkan. Mulai menyangkut persoalan rendahnya mutu pendidikan, sistem pembelajaran yang belum memadai hingga kurang profesionalnya para guru.
Sehingga, apa yang menjadi harapan dan cita-cita dalam dunia pendidikan di negeri ini hanya baru sebatas retorika dan utopis saja.
Dalam atmosfir seperti ini, Keberadaan  guru kerap menjadi pihak yang dipersalahkan ketika pendidikan menunjukkan  hasil yang mengecewakan. Karena itu, perlu diadakan berbagai upaya serius untuk meningkatkan mutu dan kualitas guru sehingga pendidikan lebih baik. Guru merupakan ujung tombak yang sangat menentukan bagaimana kualitas suatu pembelajaran dilangsungkan. Guru yang terlatih dan professional diasumsikan memiliki berbagai cara dan strategi untuk mengelola kelas sehingga tetap berorientasi pada tujan pendidikan  sebagaimana diamanatkan  UU Sistem Pendidikan Nasional.
Mutu guru dipandang sebagai sebuah substansi yang menggaransikan kemajuan dan perubahan  pada peserta didik. Kompetensi yang dimiliki guru akan memberi pengaruh terhadap maju tidaknya prestasi siswa. Akhirnya guru yang berpredikat “Pelita dalam Kegelapan” harus melakukan usaha-usaha maksimal demi tercapainya perubahan yang optimal pada diri siswa.
Bentuk perubahannya, seperti dari tidak tahu menjadi tahu, dari memiliki sedikit pengetahuan jadi berpengetahuan lebih banyak, kurang beretika menjadi tahu sopan santun  adalah hal yang selalu diprioritaskan guru dalam setiap tindakannya. Namun untuk mencapai pencerahan dan  perubahan itu bukanlah hal yang mudah, sebab ada banyak faktor penghambat maupun hal-hal yang lebih diprioritaskan.
Menurut Robert M Gagner, ada dua hal yang membuat faktor penghambat dalam melakukan perubahan ( transformasi ) yakni, faktor internal dan eksternal.

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional maupun Kode Etik Guru secara eksplisit mengamanatkan, faktor internal ( personalitaas ) guru merupakan bagian yang menentukan. Entitas stakeholder (guru) merupakan modal dan aset kekuatan dalam mencapai dan menentukan transformasi keberhasilan bagi peserta didik atau siswa. Kesungguhan maupun integritas guru memberikan implikasi yang signifikan dan  keberartian bagi pencapaian tujuan pendidikan yakni, membentuk insan intelektual, cerdas, terampil, dan berbudi pekerti.
Untuk meraih tujuan yang dicita-citakan dan untuk mengamini harapan yang begitu besar, maka karakteristik guru yang berkekuatan  prinsiplah  mampu memberikan kontribusi perubahan berharga bagi anak bangsa ini, mampu melahirkan siswa yang tangguh, cerdas, terampil.Untuk itu penulis memberikan inspirasi bahwa karakteristik guru yang berkekuatan prinsip itu; seperti  terus-menerus belajar, berorientasi pada pelayanan, memberi energi positif, bersinergi, integritas, dan mental tak cepat puas diri.
Guru sejati menganggap hidupnya sebagai satu periode pendidikan, untuk itu guru selalu haus dalam memperoleh pendidikan lebih. Guru secara terus-menerus untuk memperkaya dan menggali ilmu lebih banyak lagi, tidak berhenti sampai saat ini melainkan terus melakukan pemutakhiran ilmu pengetahuan, otodidak.
Selanjutnya, menjadikan membaca sebagai suatu kebiasaan ( Reading habit ), gemar  membaca hingga dijuluki kutu buku atau senang melakukan penelitian dan tekun belajar serta selalu memburu buku-buku baru untuk menambah wawasan dan cakrawala berpikir guru. Dengan kekayaan ilmu yang dimiliki guru, tentu akan tercurah bagi siswa. Kekayaan ilmu guru juga memperkaya ilmu siswa. Ironisnya ada guru dalam satu tahun belum tentu memiliki buku baru, referensi yang baru. Barangkali disebabkan budget untuk itu terbatas. Tetapi banyak alternatif lain yang harus dilakukan oleh guru, misalnya fasilitas internet.
Kemudian, guru harus lebih menitikberatkan hidupnya pada misi pendidikan daripada hal-hal yang lain yang bersifat keuntungan (Profit Oriented), tidak berhenti memberikan pelayanan pendidikan yang terbaik bagi siswa. Mulai membimbing dengan penuh kesabaran, kemauan yang tinggi untuk mencerdaskan bangsa. Bertanggung jawab dan mengisi diri dengan ilmu serta memberikan kontribusi bagi siswa. Menumbuhkan niat dalam diri guru bahwa melayani siswa untuk pencurahan ilmu adalah sesuatu keharusan yang dilakukan demi menciptakan manusia yang cerdas, terampil, religius, inovatif, progresif. Kesungguhan dan ketulusan dalam mengerjakan hal ini, tentu akan mendapat berkah yang berlimpah. Setengah hati untuk mendidik dan melayani siswa serta sikap cuek, apatis, egois, tidak peduli akan siswa merupakan  sebagian dari potret guru yang ada. Bila hal ini terjadi berarti berapa generasi lagi siswa kita yang terpuruk. Di mana letak komitmen guru yang professional?
Master Cheng Yen, mengatakan “Bila tidak berusaha menciptakan keberkahan, Mana mungkin mendapatkan berkah.”  Mari kita memberi pelayanan yang terbaik maka kita akan mendapat berkah.
Hal lainnya, penyuguhan ekspresi yang menarik dan menyenangkan dalam pembelajaran tentu akan memberi energi positif pada pemahaman siswa. Mengorkestrakan kelasnya sehingga menjadi hidup dan bergairah ditambah dengan bumbu-bumbu sedikit humor (Rekreatif). Dengan ekspresi yang bergairah ini akan memberi keleluasaan bagi guru untuk memberi pendekatan yang optimis dan antusias terhadap kelemahan-kelemahan serta conundrum yang terjadi pada siswa.
Membuka diri untuk menghilangkan sekat pemisah antara guru dan siswa.Yang akhirnya guru dapat memberi solusi bagi siswa yang bermasalah.Hilangnya beban dan conundrum pada peserta didik akan  lebih mudah bagi guru untuk memotivasi dalam pembelajaran.
Dalam melaksanakan tugasnya, guru jangan memakai pilosofi “Superman atau One man Show.”Artinya guru hanya bekerja sendiri-sendiri dan cukup hanya mengandalkan kemampuan sendiri. Pengalaman seperti ini tentu tidak memberi hal yang positif dan optimal dalam pencapaian tujuan keberhasilan dan perubahan pada diri siswa. Tetapi, guru harus menerapakan “Team Work” (Kerja tim atau Tim Kelompok Kerja) Membentuk kerja sama yang baik untuk sama-sama memikirkan strategi, metode, serta langkah-langkah yang terbaik untuk diterapkan pada pembelajaran. Kerja sama yang baik selalu dibarengi dengan ketulusan hati dan komitmen.
Guru harus memikirkan dirinya adalah seseorang yang sangat berharga. Menanamkan pada dirinya bahwa tanpa jasaku mereka tidak berarti apa-apa, berarti saya harus sungguh-sungguh dalam proses pembelajaran dan menyampingkan rasa sombong dan keangkuhan. Meyakini dengan setinggi-tingginya bahwa ilmu yang kuberikan pada siswa itu, sungguh benar, tepat, bernilai tinggi untuk bekal masa depan siswa. Keyakinan seperi ini akan memuluskan alur pengembangan inspirasi guru. Wendel Holmes menyatakan, Apa yang ada di depan dan di belakang kita hanyalah ikhwal kecil, bila  dibandingkan dengan apa yang ada dalam diri kita. Artinya jangan ragu-ragu dalam memberikan kontribusi positif bagi siswa.
Sikap ini harus ditumbuhkan pada diri setiap pendidik, guru yang telah berhasil dalam melakukan bimbingan pada siswanya, tidak cepat berpuas diri karena sikap yang demikian akan memberikan  keinginan untuk meraih prestasi yang lebih baik lagi.Jadikan keberhasilan pertama cambuk untuk meraih prestasi maupun keberhasilan sejati. Sebaliknya cepat puas berarti tidak ada hasrat untuk kejenjang kesempurnaan. Kemenangan yang melegenda lebih baik dari kemenangan yang didasari akan mental cepat puas.
Semoga sedikit catatan ini menambah inspirasi bagi teman-teman guru dalam mencerdaskan  anak bangsa, terpenting bagaimana mengambil nilai positifnya untuk direalisasikan dalam kelas serta optimalkan pendidikan. Semoga!

Oleh: Bahtiar Damanik S Pd M Pd
Pengajar di SMP N-2 Pegajahan Kabupaten Serdang 
Bedagai 




POTRET GURU DAN WAJAH PENDIDIKAN KITA
       Oleh : DRS.Halim mansyur siregar


Sebagaimana kita maklumi, ada dua hari paling istimewa dalam
dunia pendidikan di Indonesia yang selalu diperingati setiap
tahun. Yang pertama ialah Hari Pendidikan Nasional yang jatuh
pada tanggal 2 Mei dan yang kedua yaitu Hari Guru, yang jatuh
pada tanggal 25 November.

Dapat dikatakan bahwa antara keduanya adalah saling
berkaitan satu sama lain. Artinya, membahas masalah
pendidikan tentulah erat hubungannya dengan sosok-sosok ibu
dan bapak guru. Begitu juga sebaliknya, memperbincangkan
para ‘Pahlawan Tanpa Tanda Jasa’ itu akan berkorelasi pula
terhadap hal-hal yang menyangkut persoalan pendidikan.

Terkait pembicaraan tentang guru dan pendidikan tadi kiranya
masih menarik untuk menyimak kembali ucapan Kaisar Hirohito
semasa terjadinya perang dunia kedua dahulu. Kala itu, setelah
Jepang (kota Hiroshima dan Nagasaki) dijatuhi bom atom oleh
tentara sekutu ternyata ucapan pertama yang terlontar dari
mulut Sang Kaisar adalah sebentuk pertanyaan: berapa guru
yangmasihhidup?

Pertanyaan di atas jelas menunjukkan bahwa pemimpin ‘Negara
Matahari Terbit’ tersebut begitu peduli terhadap pendidikan.
Penguasa ‘Negeri Sakura’ ini berkeyakinan besar (optimis)
bangsanya akan mampu dan segera bangkit lagi dengan
eksistensi para guru.

Pada perkembangan selanjutnya, hingga kini memang terbukti
Jepang berhasil menjadi salah satu negara maju.
Keberadaannya sangat diperhitungkan dan termasuk paling
disegani di dunia (terutama di kawasan Asia).

Sampai sekarangpun sistem pendidikan dan kualitas komunitas
guru di Jepang benar-benar layak diacungi dua jempol, bahkan
sepuluh jari. Menurut sebuah sumber yang pernah penulis baca,
untuk setingkat SMA telah mempunyai tenaga pengajar bergelar
profesor dalam setiap sekolah. Malah pada sekolah-sekolah
semacam SMK-Teknik (STM) minimal sudah memiliki tiga orang
profesor ahli. Di level perguruan tinggi , mayoritas
universitasnya menggunakan develop ‘multimedia classroom’ di
mana pada setiap meja kuliah para mahasiswa tersedia
komputer yang tersambung langsung ke jaringan internet.

Dengan develop pembelajaran begini maka rata-rata dosen dan
sebagian guru di Jepang melakukan kegiatan pembelajaran
yang bahan ajar atau materi kuliahnya terdapat di ‘website’
pribadi si dosen atau guru yang bersangkutan. Selain itu, para
pelajar dan mahasiswanya pun bisa mengakses sumber-sumber
lain untuk materi pelajaran dan perkuliahan serupa yang juga
dari internet.

Fenomena demikian tentu masih belum kita temukan di
Indonesia. Kalaupun ada tentulah masih teramat langka.
Jangankan sarana, mutu sumber daya manusia guru-guru di
tanah air terkadang membuat kita terpaksa ‘mencibir’.

Tanpa bermaksud merendahkan rekan-rekan sesama guru,
tetapi tipe guru dimaksud mungkin saja ada atau pernah ada di
tengah-tengah kita. Lulusan SMA mengajar di SMP (terutama
sekolah swasta atau  tenaga honorer di sekolah negeri) sempat
menjadi hal biasa.   Padahal, sebagaimana kita maklumi, untuk
menjadi seorang guru haruslah memenuhi kriteria layak dan
mampu. Artinya, boleh jadi si guru dimaksud memang punya
kemampuan. Namun secara kelayakan ia tidak memenuhi atau
sebaliknya.

Ke depan, paradigma pendidikan harus lebih dipacu untuk
semakin maju. Dan upaya ke arah itu memang mesti dimulai dari
figur para guru, baru kemudian dibarengi dengan komponen-
komponen lainnya, semisal kurikulum, sarana dan prasarana
serta berbagai perangkat yang diperlukan. Kemajuan dunia
pendidikan hanya akan menjadi mimpi di siang bolong kalau
tenaga-tenaga pendidiknya masih terus terbelenggu oleh
kepentingan-kepentingan birokrasi. (Bahkan persentase
kelulusan yang tinggi pun ternyata juga tak dapat menjadi ‘tolak
    ukurnya’.)* 





Rubrik: Warta Adiwiyata                       
Redaktur: Terang Ario Dynata,S.Pd.                  


Karya tulis/lukis yang dipajang/diterbitkan:

1. Cara Cerdas Menghemat Kertas
   di'klip' Oleh: Susiati,S.Pd.

2. Mudahnya Membuat Pupuk Organik
   di'download' oleh: Suro Adi


   Ket: Baca/lihat selengkapnya di Mading sekolah                                                            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar