Selamat Datang di Blog Majalah Dinding Cahaya JIWA - Online

Kamis, 04 April 2013

Khusus Puisi Pak Halim : sampai dengan edisi ke-13 (sebagian di antaranya pernah terbit di Koran Analisa)


Aku Bukan Pengagum Sepi
________________________
Oleh : Halim Mansyur siregar


Sekilas memang tak tampak hasrat di hati

namun bukan berarti aku pengagum sepi

selagi darah masih mengalir di urat nadi

aku akan terus menyemai benih- benih puisi

pun keyakinanku tetaplah tinggi

seribu putik siap menanti

menjelma mawar, juga melati




Meretas Kembali Jalan Menuju Surga
______________________________
     Oleh : Halim Mansyur Siregar


Berbekal setangkai do’a

sujud bersimpuh di hadapan-Nya

mengharap, meminta, mengiba-iba

meretas kembali jalan menuju surga

di ujung masa yang tersisa





  Asa yang Menumpuk
_______________________
Oleh : Halim mansyur siregar


Dalam zikir yang kadang tak khusuk

menitipkan asa yang kian menumpuk




              Sabda Suci
________________________
Oleh : Halim Mansyur Siregar


Jika bermula dari kepala

mungkin dipuja serupa dewa

namun tidak pula melalui kaki

nanti dipijak seakan tak punya harga diri

melainkan tulang rusuk pria

itulah muasal wanita

dekat dengan lengan agar mendapat perlindungan

berada di sisi hati supaya dicintai

begitulah suara sabda suci

aku merekamnya ke dalam nada-nada puisi 



  Anugrah-Anugrah Terindah
_________________________
  - untuk istri dan ketiga putriku

 Oleh : Halim Mansyur Siregar



Semesra tatapan rembulan memandangi gemintang

semesra rumpun-rumpun tebu di halaman belakang

semesra para pencinta alam merawat terumbu-terumbu karang

bahkan lebih dari itu akan ku lakukan untukmu

juga kepada ketiga belahan jiwa kita


Engkau dan merekalah anugrah- anugrah terindah dalam hidupku

pohon-pohon penyejuk di tepi jalanku

rangkaian melati di taman hatiku

obat paling mujarab penyembuh luka dan dukaku








              

 Menyesal
________________________
Oleh : Halim Mansyur Siregar


Sungguh, aku menyesal

terlalu banyak membuang kesempatan

menjalin cinta dengan Tuhan

juga perempuan yang mencintai Tuhan 




  Dedaun Di Ranting Kering
________________________

Oleh : Halim Mansyur Siregar 


Meski mulai rapuh

aku tak ingin jatuh

sungguh

walau dahan tinggal setengah

aku tak hendak menyentuh tanah

entahlah

aku masih terlalu yakin

mampu menghalau rasa dingin

kendati acapkali harus diterpa angin

mungkin




    Merenung dan Berhitung
________________________

Oleh : Halim Mansyur Siregar


Ketika langit berkabung

ketika awan menemani mendung

harusnyanya kita merenung dan bahkan berhitung

seberapa banyak debu di tubuh mesti diluruhkan

entah dengan sekadar rintik gerimis

atau harus dengan gemuruh hujan 




            Hanya Setitik Air
__________________________
  Oleh : Halim Mansyur Siregar


Aku memang bukan deru hujan

bahkan rinai gerimispun bukan

aku hanyalah ibarat setitik air 

namun masih mencoba untuk terus mengalir



            Kemarau dan Hujan
___________________________
   Oleh : Halim Mansyur Siregar


Adalah sebuah kenyataan yang tak terbantahkan

betapa banyak orang menghentikan perjalanan

justru karena terhalang derasnya hujan

lantas manakah sesungguhnya yang lebih layak dirisaukan

kemaraukah atau terguyur hujan



            Segaris Senyum (1)
____________________________
   Oleh : Halim Mansyur Siregar
- Kepada bunda


Segaris senyum di bibirmu

semangat kembali menggebu





            Segaris Senyum (2)
____________________________
   Oleh : Halim Mansyur Siregar
                        - Kepada bunda
                         

Kemarin kemarau

hari ini juga kemarau

mungkin esokpun masih kemarau

namun segaris senyum di bibirmu

membuatku tak lagi risau

meski sepanjang tahun harus menghadapi kemarau




            Segaris Senyum (3)
____________________________
   Oleh : Halim Mansyur Siregar
                        - Kepada bunda


Perpisahan telah masuk tahun kesepuluh

bagiku engkau tak pernah terasa jauh

segaris senyum di bibirmu masih terlukis utuh




         Bulan Kembali Sabit
____________________________
   Oleh : Halim Mansyur Siregar


Angka usia bertambah buncit

gerak langkah semakin irit

bulan di langit kembali sabit

sisa umur tinggal sedikit

                                                                       


            Bagiku Kau Sangat Berarti
__________________________________
         Oleh : Halim Mansyur Siregar
                    - Kepada para muridku


Karena bagiku kau sangat berarti

kupaksakan jua mengayun langkah berlomba dengan matahari

meski nanti saat kita bersua

kekecewaanlah yang aku terima

rindu kian membeku

gairah sirna sudah

tak lagi haus terhadap ilmu

semakin tak jelas arti bersekolah 




     Saatnya Merajut Mimpi
_________________________
            - untuk ketiga putriku
            ( Lami, Viva & Najmu )

 Oleh : Halim Mansyur Siregar 



Tidurlah tidur duhai sayangku

tidur yang nyenyak Kartini-Kartini kecilku

biar ‘ayah dodoikan’ sepenuh kalbu


Tidurlah tidur duhai cintaku

tidur yang lelap Kartini-Kartini cilikku

angin malam tak baik bagimu


Saatnya kini kembali merajut mimpi

untuk kau bentangkan di tepian pagi




   
 Lupakan Segala Resah
________________________
            - untuk ketiga putriku
            ( Lami,Viva & Najmu )

Oleh : Halim Mansyur Siregar


Usai sudah siang engkau jelajah

kini di matamu bergelantung sejuta lelah

maka tidurlah

lupakan sejenak segala resah tentang sekolah

lupakan sejenak segala gundah tentang keadaan rumah

tidur yang nyenyak, mimpilah yang indah

seindah cinta yang tak akan pernah patah

untukmu: dari bunda dan ayah

-

   
     Se-iya Sekata Selamanya
_________________________
    Oleh : Halim Mansyur Siregar


Jika kau angin

aku akan menjadi arahnya

jika kau ombak

aku akan menjadi deburnya

semoga Tuhan mengabulkan harapan kita

tetap bersatu, se-iya sekata selamanya 





Meski Diam Tanpa Kata
_______________________
   - untuk Evinda (istri tercinta)

Oleh : Halim Mansyur Siregar


Meski diam tanpa kata

setangkai senyum yang merekah sempurna

menyambutku di beranda rumah cinta kita

mengusir lelah dalam seketika




Di Bawah Teduh Bola Matamu
_________________________ 
       - untuk Evinda (istri tercinta)

 Oleh : Halim Mansyur Siregar



Bernaung di bawah teduh bola matamu

hari-hari terikku seakan cepat berlalu




Seputik Rindu, Setangkup Cinta
________________________
  - untuk Evinda (istri tercinta)

  Oleh : Halim Mansyur Siregar



Seputik rindu, setangkup cinta

mekar bersemi di teras senja

menemani untaian melati riuh bercanda
  



Cinta Dalam Segelas Kopi
________________________
      - untuk Evinda (istri tercinta)

Oleh : Halim Mansyur Siregar



Segelas kopi hangat

sehangat kasih sayangmu

selalu kau suguhkan kepadaku

ketika siang telah berlalu

membuat rindu tak pernah beku

meski senja telah di ambang pintu




       Mumpung Masih Pagi
_________________________
            - untuk ketiga putriku
            ( Lami, Viva dan Najmu)

 Oleh : Halim Mansyur Siregar



Mumpung masih pagi

lari dan teruslah berlari

engkau harus menjemput matahari

tampung dan tabunglah sinarnya

kumpulkan dan simpanlah setiap butir kehangatannya

juga jaga agar tetap membara

sebab ia akan sangat berguna

apalagi nanti bila senja telah tiba

saat aroma dingin mulai mengusik cuaca 





          Hari Bahagia Itu 
-----------------------------------       
Oleh: Halim Mansyur Siregar               


Kapan tibanya hari bahagia itu  

saat di mana kita dapat bertemu           

aku tak tahu     

hanya bisa menunggu dan terus menunggu         

sembari tetap merajut rindu      

membentangkannya pada setiap petala ruang dan waktu           

hingga datang utusan untuk menjemputku          

hingga datang keputusan yang mengatur tempatku         

hasil penilaian tentang kesungguhan mencintai-Mu         


      
  

       Derita dan Harapan          
-----------------------------------                   
Oleh: Halim Mansyur Siregar               



Jika harapan ibarat tanaman     

maka derita adalah pupuknya               




       Menjadi Mawar Pagi        
---------------------------------  
Oleh: Halim Mansyur Siregar   


Menepi, meski harus menyendiri           

itulah pilihanku kini       

terlalu berliku jalan di depanku 

juga terjal, lagi penuh batu        

walau sejatinya hidup adalah perjuangan           

mesti sanggup menghadapi semua rintangan                  

namun aku tak ingin seumpama singa    

dengan mulut siap menganga    

menerkam segala yang ada       

cukuplah bagiku menjadi seperti mawar pagi    

memiliki duri-duri yang teratur rapi       

sebagai perisai, sekadar untuk melindungi diri   


    


        Sesuatu yang Agung    
------------------------------------                 
     Oleh: Halim Mansyur Siregar               



Harapan juga sesuatu yang agung         

gema suaranya akan sulit terbendung    

manakala ia telah bersenandung
                 







                  Ragu         
---------------------------------                  
Oleh: Halim Mansyur Siregar               



Tuhan…,

acapkali aku meminta   

terkadang lebih dari yang sepantasnya   

tapi kini aku ragu  

mampukah mempertanggungjawabkan semua itu

seandainya Engkau kabulkan segala do’aku 


        

        Menabur Benih Asa
------------------------------------
Oleh: Halim Mansyur Siregar


Demikian luas alam semesta

taburlah benih asa di mana suka

tentu iapun butuh hujan secukupnya

maka itulah titik-titik air mata




        Menulis Seribu Puisi
________________________
             
Oleh : Halim Mansyur Siregar 

     - untuk istri dan ketiga putriku



Maafkan daku wahai para kekasih hati 

waktu yang engkau miliki sering kucuri

demi memenuhi hasrat di hati

menulis seribu puisi

selagi hayat masih melekat dalam diri




      Perlahan Tapi Pasti
_______________________

Oleh Halim Mansyur Siregar 


Perlahan tapi pasti

kucoba tanamkan biji-biji puisi

yakin sepenuh hati

akan datang musim menuai hasil suatu saat nanti 





        Kata Demi Kata
________________________

Oleh : Halim Mansyur Siregar


Pekat awan

butiran hujan

debu-debu di jalanan

lalu lalang kendaraan

istana-istana tak bertuan

dari sanalah kata demi kata kupunguti

hingga menjelma sebentuk puisi





   Memilih Sosok Pemimpin
------------------------------ 
Oleh : Halim Mansyur Siregar



Harusnya kita bertanya siapa dia

siapa ayah ibunya

siapa kakek neneknya

siapa buyutnya

siapa istrinya

siapa anak-anaknya

bahkan sesiapa orang di dekatnya

tak cukup bila hanya mendengar

suara kehidupan surga yang masih samar 

keluar dari sepasang bibir yang bergetar




          Bocah Pengemis
________________________

Oleh : Halim Mansyur Siregar



Berjalan dari pintu ke pintu

bocah itu mengoyak tirai zaman

untuk sesuap nasi yang ia butuhkan




Tanaman Paling Berharga         
----------------------------------        
Oleh: Halim Mansyur Siregar               



Jika asa tumbuh di dada           

itulah sesungguhnya tanaman paling berharga    

rawatlah ia dengan seksama     

jangan sekalipun menelantarkannya      

apalagi mencabutnya                




 Seisi Bumi Berlomba Menyambut Pagi
-----------------------------------------
        Oleh: Halim Mansyur Siregar



Lama nian engkau terlelap dalam mimpi

bangun dan bangkitlah wahai anakku

buka jendela kamarmu

juga jendela hati

rasakan semilir angin

dengarkan kicauan burung yang asyik bernyanyi

seisi bumi berlomba menyambut pagi

bunda tak ingin kesunyian malam tadi menjadi teman abadi




           
            Sang Waktu
-----------------------------
Oleh: Halim Mansyur Siregar



Sesungguhnya di ranah sang waktulah kita berkutat

derap langkahnya seolah terlalu cepat

hingga jarak siang dan malam pun seakan begitu cepat

bayang-bayang senja mulai berkelebat

sebentar lagi terang akan berganti pekat

banyakkah sudah bekal didapat

untuk dibawa ke alam akhirat




        Kekasih Ingkar Janji
________________________
Oleh : Halim Mansyur Siregar



Seorang diri ku duduk di sini

memandangi sepasang merpati

asyik menari di ranting pohon tak berduri


Seorang diri ku menanti di sini

menanti sang kekasih hati

yang berjanji akan datang sebentar lagi


Tetap seorang diri ku beranjak dari sini

menanggalkan sekuntum puisi yang dulu tersemat di hati

karena sang kekasih telah ingkar janji




           
            Di Sudut Resah
 Oleh : Halim Mansyur Siregar


lapuk diseruduk hujan pagi yang terlalu basah
lekang diterjang panas siang yang begitu meradang
kini aku tertunduk pasrah di sudut resah
memeluk setangkup do’a yang justru mampu menengadah
mengharap Tuhan memberikan langit sore yang teduh
agar aku dapat lebih tenang
menyambut malam yang nanti pasti datang





Gusar
Oleh : Halim Mansyur Siregar

Aku harimau lapar
siap mencakar
tak peduli kecil ataupun besar
katamu, sesumbar
Aku gajah liar
kakiku sekuat akar
belalaiku sanggup melilit setangguh piton sang ular
balasnya, tak kalah gentar
Tunggu, dengar dulu sebentar
tak perlu ribut, apalagi bertengkar
cegahku, mulai gusar
                



Sebuah Proses
Oleh : Halim Mansyur Siregar

Kalau saja kita mampu melihat
batas antara suatu rahasia dengan makna yang terkandung di dalamnya
maka kita pun akan mengerti
hidup adalah sebuah proses untuk memahami arti hidup itu sendiri


 Siklus Kehidupan
 Oleh : Halim Mansyur Siregar

laksana embun di kelopak daun
hadir menyambut pagi
pulang dijemput matahari
datang untuk pergi
pergi untuk datang kembali
siklus kehidupan sama kita rasakan



Demi Anak-Anak Sekolah
Oleh : Halim Mansyur Siregar

gurulah yang serba salah
bagaimana harus berkiprah
menindaklanjuti kebijakan pemerintah
menurut atau membantah
semua demi anak-anak sekolah


  Mulai Mekar
  Oleh : Halim Mansyur Siregar

Mawar, aduhai mawar
tangkupmu mulai mekar
hati-hati dengan durimu
jangan sampai melukai kupu-kupu



Di Atas Segalanya
Oleh : Halim Mansyur Siregar

Di atas segalanya
Mencintai-Nya  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar